E-PPID Kabupaten Lingga | Instagram KPU Kabupaten Lingga | Facebook KPU Kabupaten Lingga

Publikasi

Opini

Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah telah selesai dilaksanakan. Di Kabupaten
Lingga, pasangan calon terpilih sudah ditetapkan dan resmi dilantik. Namun, hal itu tidak
berarti tugas KPU selesai. Meski pemilihan telah usai, sebagai lembaga dengan tagline
“Melayani”, KPU tetap menjalankan tugasnya sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017, yakni melayani masyarakat. Salah satu tugas penting yang terus berjalan
adalah pendidikan pemilih berkelanjutan. Apa itu Pendidikan Pemilih Berkelanjutan? Pendidikan pemilih berkelanjutan merupakan proses penyampaian informasi tentang
pemilu atau pemilihan kepada masyarakat secara terus-menerus. Tujuannya adalah
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran pemilih terkait kepemiluan. Pentingnya pendidikan pemilih berkelanjutan terletak pada upaya menyiapkan calon
pemilih di masa depan agar tidak bingung ketika menghadapi pemilu. Dengan pendidikan
ini, masyarakat diharapkan memahami:
 bagaimana cara memilih,
 seperti apa pemimpin yang layak dipilih,
 hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pemilih, serta
 informasi penting lainnya terkait kepemiluan.
 Program ini akan terus dilaksanakan secara masif untuk membantu masyarakat
memperkuat pemahaman mereka tentang demokrasi dan proses pemilu. Fokus pada Pemilih Pemula dan Pemilih Muda Salah satu fokus utama pendidikan pemilih berkelanjutan adalah pemilih pemula dan
pemilih muda. Pemilih pemula adalah mereka yang pada hari pemungutan suara untuk pertama kalinya
memiliki hak pilih, umumnya berasal dari kalangan pelajar SMP atau SMA. Pemilih muda adalah mereka yang sudah pernah menggunakan hak pilih, namun masih
masuk kategori generasi muda, biasanya dari kalangan mahasiswa. Kedua kelompok ini sebagian besar termasuk dalam Generasi Z, kelompok pemilih yang
jumlahnya sangat signifikan dalam menentukan hasil Pemilu atau Pilkada. Jika digabung
dengan generasi milenial, mereka menjadi kelompok pemilih terbesar di Indonesia. Tantangan Generasi Z dan Harapan ke Depan Generasi Z identik dengan kedekatan pada teknologi, internet, dan media sosial. Mereka
terbiasa mengakses informasi dengan cepat, namun sekaligus rentan terhadap hoaks akibat
derasnya arus informasi digital. Di sinilah pendidikan pemilih berkelanjutan menjadi penting. Melalui program ini, generasi
muda diharapkan mampu:
 memfilter informasi dengan lebih cerdas,
 membedakan berita benar dan hoaks,
 serta memahami informasi kepemiluan yang valid. Lebih dari itu, Generasi Z memiliki potensi besar menjadi motor partisipasi politik yang
segar. Mereka relatif belum terikat dengan partai politik tertentu, sehingga dapat membawa
isu-isu baru yang relevan dengan masa depan bangsa. Penulis: Tiara Wulandari Ketua Divisi Partisipasi, Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan SDM

Pasca selesainya Pemilu dan Pilkada, iklim politik mulai mereda. Publik, terutama di daerah, kini semakin jarang membicarakan tentang pemilihan ataupun keterlibatan langsung masyarakat dalam sistem politik, khususnya Pemilihan Umum. Secara umum, demokrasi dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang mereka pilih. Salah satu aspek terpenting dalam demokrasi di Indonesia adalah hak masyarakat untuk memilih secara langsung pemimpin, baik di legislatif maupun eksekutif, dari tingkat pusat hingga daerah yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Merawat demokrasi adalah tanggung jawab semua elemen bangsa. Salah satu cara penting adalah dengan memberikan pendidikan politik kepada generasi muda, agar kelak lahir pemilih-pemilih cerdas yang mampu menentukan pemimpin bangsa, khususnya di Kabupaten Lingga. Sebagai penyelenggara Pemilu, KPU memiliki peran strategis dalam memastikan keberlangsungan pendidikan politik di masyarakat. Upaya merawat demokrasi dapat diwujudkan melalui berbagai langkah, antara lain: Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan peserta pemilu (kepengurusan partai politik) untuk membahas pentingnya menjaga demokrasi, sekaligus mendorong partai politik di daerah aktif memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Berkolaborasi dengan media dan jurnalis agar pemberitaan mengenai peran masyarakat, pentingnya pendidikan politik, dan pemahaman demokrasi dapat menjangkau khalayak luas. Menggandeng organisasi masyarakat (Ormas), LSM, OKP, dan ORMAWA untuk bersama-sama melakukan kegiatan yang memperkuat kesadaran demokrasi. Bekerja sama dengan akademisi dan perguruan tinggi sehingga pembahasan tentang demokrasi dan pentingnya pendidikan politik dapat sampai kepada mahasiswa, lalu diterapkan di masyarakat. Berkoordinasi dengan pemerintah daerah, misalnya melalui Dinas Pendidikan, untuk membangun kerja sama dalam menyampaikan pendidikan politik di sekolah-sekolah. Tentu, setiap upaya memiliki tantangan. Di Kabupaten Lingga, misalnya, kondisi geografis kepulauan, keterbatasan anggaran, dan faktor alam sering kali menjadi kendala. Namun, di sisi lain, pendidikan politik bagi masyarakat adalah kebutuhan mendesak demi keberlangsungan pemilu yang berkualitas di masa depan. Menyikapi tantangan tersebut, KPU daerah perlu memiliki strategi yang tepat. Pendekatan kepada lima unsur yang telah disebutkan di atas dapat menjadi langkah konkret untuk menjaga keberlanjutan demokrasi di tingkat lokal. Dengan sinergi semua pihak, cita-cita membangun masyarakat yang sadar politik dan aktif berpartisipasi dapat terwujud demi demokrasi yang sehat dan berintegritas. Penulis: Dian Fanama Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan

Pilkada tahun 2024 di wilayah Kabupaten Lingga telah terlaksana dengan baik dan lancar, tanpa adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) maupun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir hasil sehingga mengharuskan pengulangan tahapan. Artinya, proses demokrasi berjalan tanpa hambatan berarti yang menyebabkan Pilkada berlarut-larut. Meski secara umum berjalan lancar, Pilkada serentak—yang baru pertama kali diterapkan secara nasional—meninggalkan sejumlah catatan penting yang patut dijadikan pembelajaran bagi pendewasaan demokrasi kita. Salah satunya adalah menurunnya tingkat partisipasi pemilih. Berdasarkan data, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di Kabupaten Lingga tercatat sebesar 73,66%, atau mengalami penurunan sebesar 9,01% dibandingkan Pemilu terakhir, dan 6,87% lebih rendah dari Pilkada sebelumnya—yang notabene berlangsung di tengah pandemi. Fenomena ini tentu memunculkan banyak pertanyaan. Apa penyebabnya? Artikel ini mencoba mengidentifikasi sejumlah variabel yang berpotensi menjadi penyebab, baik dari sisi elektoral maupun non-elektoral.   Mengurai Variabel Elektoral Dari sisi regulasi, tidak ada perubahan signifikan. Pelaksanaan Pilkada 2024 tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, yang meski telah mengalami beberapa perubahan, namun tetap menjadi pedoman hukum yang sah. Perbedaan utamanya terletak pada momentum pelaksanaan yang diserentakkan secara nasional, berbarengan dengan Pemilu. Meski begitu, beberapa aspek teknis dalam pelaksanaannya mengalami penyesuaian, seperti: Rentang waktu tahapan yang lebih singkat Penerapan teknologi informasi Penyusunan daftar pemilih berbasis data de jure Aspek teknis tersebut dapat berdampak pada partisipasi pemilih. Misalnya, masa kampanye yang hanya berlangsung dari 27 September hingga 23 November 2024 (sekitar 56 hari), menjadi yang tersingkat dibandingkan Pilkada sebelumnya. Waktu yang terbatas ini kemungkinan tidak cukup bagi pasangan calon dan tim kampanye untuk membangun kedekatan emosional dan militansi di kalangan pemilih.   Daftar Pemilih Berbasis De Jure Keberhasilan KPU dalam menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) berbasis data de jure pada Pemilu 2024 patut diapresiasi. Indikatornya adalah minimnya keluhan masyarakat pada hari pemungutan suara terkait status mereka sebagai pemilih. Namun, pendekatan de jure ini juga membawa konsekuensi. Pemilih yang berdomisili tidak sesuai dengan alamat di KTP tetap terdaftar di TPS asal (sesuai KTP). Akibatnya, sebagian pemilih tidak hadir di TPS karena tidak kembali ke alamat asal. Data BPS menunjukkan bahwa terdapat sekitar 17.000 penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang berdomisili tidak sesuai dengan alamat KTP-nya, termasuk penduduk Kabupaten Lingga. Fakta ini memperkuat asumsi bahwa sebagian pemilih tidak hadir di TPS karena faktor geografis dan administratif.   Menilai Variabel Non-Elektoral Selain faktor teknis dan regulasi, dinamika sosial-politik dalam kontestasi juga turut memengaruhi partisipasi. Pilkada 2024 di Kabupaten Lingga berlangsung relatif "tenang", tanpa isu kampanye negatif atau politik transaksional yang biasanya muncul menjelang pemungutan suara. Bawaslu Kabupaten Lingga juga tidak mencatat adanya temuan politik uang maupun mobilisasi pemilih. Ketiadaan fenomena ini bisa jadi berdampak pada klaster pemilih pragmatis, yaitu kelompok pemilih yang biasanya termotivasi oleh insentif, seperti transportasi gratis atau pemberian uang saku. Ketika hal itu tidak terjadi, sebagian dari mereka memilih untuk tidak datang ke TPS. Profil pasangan calon juga menjadi variabel yang tidak bisa diabaikan. Pilkada kali ini hanya diikuti oleh dua pasangan calon yang sama-sama merupakan incumbent Bupati Lingga dalam 10 tahun terakhir. Situasi ini berpotensi menyebabkan kejenuhan atau hilangnya minat bagi sebagian pemilih, terutama mereka yang menginginkan figur baru atau alternatif pilihan yang lebih beragam. Di sisi lain, keserentakan Pemilu dan Pilkada di tahun yang sama menurut sejumlah akademisi juga memunculkan gejala kejenuhan politik di kalangan masyarakat. Ini tentu memerlukan kajian lebih lanjut, namun patut dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab turunnya partisipasi.   Menarik Simpulan Dari pemetaan di atas, dapat disimpulkan bahwa turunnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di Kabupaten Lingga merupakan akibat dari kombinasi berbagai faktor, baik elektoral maupun non-elektoral. Masing-masing variabel saling memengaruhi dan memperkuat asumsi. Opini ini diharapkan dapat membuka ruang diskusi dan kajian yang lebih dalam, berbasis data dan teori yang tepat, untuk kemudian menjadi bahan pembelajaran dalam merancang strategi peningkatan partisipasi pemilih pada pemilu mendatang—khususnya di Kabupaten Lingga.   Penulis: Ardhi Auliya Ketua KPU Kabupaten Lingga